Selasa, 19 Maret 2019

Vivi Teriak Seks Keenakan

Cewek Ngewek-Aku pergi ke sana naik kereta eksekutif. Ah enaknya udara AC di kereta, begitu duduk aku langsung ngantuk. Tapi tidak disangka di sampingku ternyata duduk seorang cewek yang bukan main cantiknya.


“Selamat siang Mbak?” kataku basa-basi.
“Siang Mas,” jawab si cewek.Setelah meletakkan tas di rak atas kepala, aku pun duduk di samping si cantik itu. Biar lebih detail aku perinci penampilan si cewek ini. Wajah mirip Tia Ivanka dan bodinya mirip Nafa Urbach, kulit putih hidung mancung, alis mata tebal (bukan buatan lho), bibir sensual, dagu indah, leher jenjang. Terus ukuran dadanya, aku belum kelihatan karena dia memakai blazer warna hitam.


“Mas, seneng bola ya?” tanya si cantik.
“Iya Mbak, kok tanyanya gitu, apa Mbak juga seneng olahraga bola,” tanyaku juga.

Dan ternyata memang dia senang bola jadi kami ngobrol banyak tentang bola.

“Mas kerja apa di Jakarta?” tanya si cantik.
“Saya kerja di kantor pengacara,” kataku.

Malam itu ternyata kereta yang kunaiki baru sekitar jam 7:00 malam kurang tiba di Jakarta.

“Mas pulangnya naik apa, kalo nggak dijemput ikut saya aja,” kata si cantik itu.
“Saya belum tau deh naik apa, ya naik taksi aja kan banyak,” kataku.
“Udah ikut aja saya, nanti biar diantar supir saya,” desak si cantik lagi.

Baca Juga : Aku Di Hamili Temen Suamiku


Akhirnya aku dari Gambir naik mobil si cantik. Setelah sampai di ujung gang aku minta turun di situ.

“Oke ya sampai ketemu, besok saya akan telepon kamu,” kataku pada si cantik.

“Malam Mas, sampai besok ya,” balasnya.

“Hallo, bisa bicara dengan Vivi,” kataku.

“Dari siapa ini,” tanya sebuah suara wanita.

“Ini dari Sony, teman Vivi dari Malang,” kata aku supaya si Vivi tidak lupa.

“Hi Mas, apa kabar, dan gimana acara kami malam ini,” jawab Vivi.

“Saya sih udah siap jemput kamu sekarang,” kataku.

“Ya langsung aja Mas kalau gitu.”

Aku langsung meluncur ke rumah Vivi. Gila benar, ternyata rumah si Vivi ini besar dan mobilnya selusin.

“Wah kamu malam ini beda sekali ya, kelihatan lebih sederhana tapi tetep wah..” kataku sambil jelalatan melihat badannya yang ternyata wah wah wah.

“Ah Mas Sony bisa saja, saya kan emang begini ini,” kata Vivi merendah.

“Gini-gini juga bikin pusing saya nih,” kataku menggoda.

Eh ternyata si cantik itu mencubit lenganku.

“Mas Sony juga paling bisa deh, kemarin katanya karyawan biasa, kok mobilnya Mercy yang baru.”

“Oh itu, itu mobil dinas kok?” kataku.

“Ah Mas ini bisa aja, masak mobil dinas Mercy baru sih..” katanya sambil mencubitku.

Malam itu kami ke restoran mewah. Selesai makan kami ke pub.

“Mas, kalo Vivi minum banyak, nggak pa-pa kan?” tanya si cantik.

“Untuk kesehatan sih jangan, tapi kalau sekali-sekali terserah kamu, masak saya melarang, nanti kamu bilang emangnya elu siapa.”

“Nggak maksudnya Mas Sony nggak pa-pa ngeliat Vivi minum banyak.”

“Oh itu sih oke, saya ini nggak banyak ngatur dan ‘possesive’ ke cewek, yang penting jangan reseh ya!” kataku ke Vivi sambil kupegang dan belai kepalanya.

“Kalo gitu kita minum aja Tequila,” teriak Vivi.

“Aduh ampun deh, kalo minum itu, nanti kalau saya juga teler siapa yang anter,” tanyaku.

“Ya kita nggak usah pulang, kita nginep aja di hotel sebelah.”

“Hah, kamu serius nih..”

“Iya bener, kenapa sih, kok kamu belum ngerti juga kalo saya dari kemarin di kereta udah memperhatikan kamu,” kata Vivi sambil menggalayut ke badanku.

Uh mati deh aku, disosor sama cewek cantik yang umurnya cukup jauh di bawahku.

“Ya kalo kamu bilang gitu saya ikut aja, tapi kamu nggak nyesel dan emang sadar kan ambil keputusan ini,” kataku sekali lagi untuk meyakinkan diriku sendiri.

“Yes darling, I’ve decided and never regret,” kata Vivi sambil memelukku dengan sebelah tangannya.

“Vi, pulang aja ya, mumpung saya masih bisa nyetir.”

“Iya deh pulang aja, biar bisa lamaan berduaan sama Mas Sony,” jawab Vivi manja.

Di mobil Vivi sudah tidak bisa menahan diri lagi.

“Mas, Vivi nggak tahan nih.”

“Kamu mau muntah ya,” tanyaku.

“Bukan.. bukan itu, tapi itu tuh, nggak tahan itu,” tangannya dengan jahil menunjuk-nujuk ke pangkal pahaku.

“Vivi buka ya,” katanya dan tanpa menunggu aba-aba, tangannya segera menggerayangi reitsleting celanaku dan mengeluarkan batang kemaluanku yang masih setengah tidur.

“Vi, aduh gimana nih sekarang, kamu tanggung jawab lho,” kataku menggodanya.

“Ya udah deh cari aja hotel,” kata Vivi sambil terus mengocok batangku, dan dengan tangan satunya dia meremas-remas payudaranya sendiri.

Hotel pun pilihannya jatuh di Hotel ****(edited) Menteng Prapatan. Kami berdua naik ke kamar sudah agak sempoyongan tapi ditegak-tegakkan supaya kelihatannya sehat.

Setibanya di kamar Vivi menyempatkan menelepon ke adiknya.

“Vin, ini aku nginep di Hyatt ****(edited) kamar 900, bilangin bokap ya!”

Aku begitu datang dari kamar mandi mengenakan handuk saja, langsung ditubruk dan handuknya ditarik si cantik yang ganas itu. Sambil mencium dada, perut dan sekujur tubuhku, Vivi dengan tergesa-gesa melepas bajunya dan melemparkannya ke penjuru kamar. Begitu terlepas BH yang menutupi dadanya yang padat itu, terlihat payudaranya yang putih padat dengan putingnya yang terlihat kecil mencuat karena terangsang.

Disambarnya batanganku yang sudah tegang karena melihat keganasan dan tubuh Vivi yang indah itu. Sambil menaik-turunkan mulutnya mengikutipanjangnya batangku, tangan kanan Vivi mengusap dan mempermainkan klitoris dan sekitar bulu kemaluannya sendiri, serta sesekali terdengar erangan dari mulutnya yang terus menghisap batangku.

Capek dengan kegiatannya, si cantik itu menjatuhkan badannya ke tempat tidur sambil mengangkat kedua kakinya ke atas. Tangan kirinya membelai rambut kemaluannya sendiri, dan tangan kanannya mempermainkan lipatan-lipatan kulit klitoris di kemaluannya. Aku melihat Vivi seperti itu, langsung ikut membelai bulu kemaluannya yang halus.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar